2.4 Manusia dari Perspektif Al-Qur’an dan Al Hadist serta
Iptek
Menurut Raghib Al Asfahani seorang pakar bahasa Al-Qur’an, sebagaimana dikutip
Quraish Shihab memandang kata taqwim pada ayat ini sebagai isyarat tentang
keistimewaan manusia dibandingkan binatang, yaitu akal, pemahaman dan bentuk
fisiknya yang tegak lurus. Jadi, kalimat ahsanu taqwim berarti bentuk fisik dan
psikis yang sebaik-baiknya, yang dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin.
Allah berbuat demikian karena Allah ingin menjadikan manusia sebagai khalifah
di bumi. Oleh karenanya Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk,
sehingga tidak ada satu makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia.
Selayaknya ilmu perakitan komputer, maka Allah telah merakit manusia dengan
sistem hardware dan software, lengkap, berkualitas tinggi dan multifungsi.
Kesemua perangkat ini bekerja secara sinergis dan dinamis agar manusia bisa
menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi.
Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk berpribadi, sebagai makhluk yang hidup
bersama-sama dengan orang lain, sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah
alam dan sebagai makhluk yang diciptakan dan diasuh oleh Allah. Manusia sebagai
makhluk berpribadi, mempunyai fungsi terhadap diri pribadinya. Manusia sebagai
anggota masyarakat mempunyai fungsi terhadap masyarakat. Manusia sebagai
makhluk yang hidup di tengah-tengah alam, berfungsi terhadap alam. Manusia
sebagai makhluk yang diciptakan dan diasuh, berfungsi terhadap yang menciptakan
dan yang mengasuhnya. Selain itu manusia sebagai makhluk pribadi terdiri dari
kesatuan tiga unsur yaitu : unsur perasaan, unsur akal, dan unsur jasmani.
Al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan Tuhan, sebagai
khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk semi-samawi dan semi duniawi,
yang di dalam dirinya ditanamkan sifat-sifat : mengakui Tuhan, bebas,
terpercaya, rasa tanggungjawab terhadap dirinya maupun alam semesta, serta
karunia keunggulan atas alam semesta, langit dan bumi. Manusia dipusakai dengan
kecenderungan jiwa ke arah kebaikan maupun kejahatan. Kemaujudan mereka dimulai
dari kelemahan dan ketidakmampuan, yang kemudian bergerak ke arah kekuatan.
Tetapi itu tidak akan menghapuskan kegelisahan psikis mereka, kecuali jika
mereka dekat dengan Tuhan dan selalu mengingat-Nya.
Inilah beberapa ayat Al-Quran yang
membahas tentang proses penciptaan manusia:
- Surah An-Nahl ayat 4
خَلَقَ
الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ
“Dia telah menciptakan manusia dari
mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.”
Pada ayat ini dijelaskan bahwa
Allah menciptakan manusia dari nuthfah yang terkenal dalam dunia
kedokteran dengan istilah spermatozoon yang terdapat pada dirinya dan ovum yang
terdapat pada wanita.
2. Surah Al-Hajj ayat
5
فَإِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ
مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي
الأرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ
لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ
إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا
“……Sesungguhnya Kami telah
menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal
darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa
yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada
kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu
yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi
sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya….”
Pada ayat ini Allah s.w.t
menerangkan proses kejadian manusia di dalam rahim ibunya dan kehidupan manusia
setelah ia lahir sampai mati sebagai berikut:
- Allah telah menciptakan manusia
pertama, yaitu Adam a.s, adalah dari tanah. Kemudian dari Adam diciptakan
istrinya Hawa, dari kedua jenis ini berkembang biak manusia dalam proses
yang banyak. Dan dapat pula berarti bahwa manusia diciptakan Allah berasal
dari sel mani, yaitu perkawinan sperma laki-laki dengan ovum di dalam
rahim wanita. Kedua sel itu berasal dari darah, darah berasal dari makanan
yang dimakan manusia. Makanan manusia ada yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan ada yang berasal dari binatang ternak atau hewan-hewan
yang lain. Semuanya itu berasal dari tanah sekalipun telah melalui
beberapa proses. Karena itu tidaklah salah jika dikatakan bahwa manusia
itu berasal dari tanah.
- Dalam ayat ini disebutkan bahwa
manusia itu berasal dari “nuthfah”. Yang dimaksud dengan “nuthfah”
ialah setetes mani. Setetes mani laki-laki itu mengandung beribu-ribu
sperma yang tidak dapat dilihat dengan mata, tanpa menggunakan alat
pembesar. Salah satu dari sperma ini bertemu dengan ovum dalam rahim
wanita dengan perantaraan persetubuhan yang dilakukan oleh kedua jenis
manusia itu. Pertemuan sperma dan ovum ini merupakan perkawinan yang
sebenarnya, dan pada waktu itulah terjadi proses pertama dari kejadian
manusia yang serupa terjadi pula pada binatang.
- Sperma dan ovum yang telah
menjadi satu itu bergantung pada dinding rahim si ibu dan setelah beberapa
lama berubah menjadi segumpal darah.
- Dari segumpal darah berubah
menjadi segumpal daging.
- Kemudian ada yang menjadi
segumpal daging yang sempurna, tidak ada cacad dan kekurangan pada
permulaan kejadiannya, dan ada pula yang menjadi segumpal daging yang
tidak sempurna, terdapat cacat dan kekurangan. Berdasarkan kejadian
sempurna dan tidak sempurna inilah menimbulkan perbedaan bentuk kejadian
bentuk manusia, perbedaan tinggi dan pendeknya manusia dan sebagainya.
Proses kejadian “nuthfah” menjadi “’alaqah” adalah empat puluh
hari, dari “’alaqah” menjadi “mudghah” (segumpal daging) juga empat
puluh hari. Kemudian setelah lewat empat puluh hari sesudah ini, Allah
s.w.t meniupkan ruh, menetapkan rezeki, amal, bahagia dan sengsara,
menetapkan ajal dan sebagainya, sebagaimana tersebut dalam hadits: “Sesungguhnya
awal kejadian seseorang kamu (yaitu sperma dan ovum) berkumpul dalam perut
ibunya selama 40 malam, kemudian menjadi segumpal darah selama itu (pula)
lalu menjadi segumpal daging selama itu (pula) kemudian Allah mengutus
malaikat, setelah Allah meniupkan ruh ke dalamnya. maka malaikat itu
diperintahkan-Nya menulis empat kalimat, lalu malaikat itu menuliskan
rezekinya, ajalnya. amalnya, bahagia atau sengsara. (H.R. Bukhari dan
Muslim)
- Kemudian jika telah sampai
waktunya, maka lahirlah bayi yang masih kecil itu dari dalam rahim ibunya.
Masa kandungan yang sempurna ialah sembilan bulan, tetapi jika Allah
menghendaki masa kandungan itu dapat berkurang menjadi enam bulan atau
lebih dan ada pula yang lebih dari sembilan bulan. Pada permulaan masa
lahir itu manusia dalam keadaan lemah, baik jasmani maupun rohaninya, lalu
Allah menganugerahkan kekuatan kepadanya sedikit demi sedikit, bertambah
lama bertambah besar, hingga sampai masa kanak-kanak, kemudian sampai masa
dewasa. Pada masa manusia sempurna jasmani dan rohaninya, badannya sedang
kuat, pikirannya sedang berkembang, kemampuannya untuk mencapai sesuatu
yang diingininya sedang ada pula. Kemudian manusia menjadi tua, bertambah
lama bertambah lemah, seakan-akan kembali lagi kepada masa kanak-kanak dan
menjadi pikun, akhirnya iapun meninggalkan dunia yang fana ini; ada di
antara manusia yang meninggal sebelum mencapai umur dewasa, ada pula yang
meninggal di waktu dewasa dan ada yang diberi Allah umur yang lanjut,
sampai tua bangka. Proses perkembangan manusia sejak lahir, menjadi dewasa
dan menjadi tua ini dilukiskan dalam firman Allah s.w.t.:
اللَّهُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ
جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ
الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
“Allah, Dialah yang
menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
keadaan lemah itu, menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat
itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan
Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Q.S. Ar Rum: 54)